Berandang.com- Panitia Khusus (Pansus) DPRD Provinsi Bengkulu menggelar sidak ke sejumlah perusahaan tambang batubara yang ada di wilayah Provinsi Bengkulu.
Dari hasil sidak, Selasa (15/6) ditemukan bahwa sejumlah perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan batubara terindikasi dengan sengaja melakukan kejahatan terhadap lingkungan.
Sidak yang dilakukan pansus DPRD Provinsi Bengkulu, masih berkaitan dengan pembahasan Raperda tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH), dan revisi Perda tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi Bengkulu.
Ketua Pansus RPPLH, Usin Abdisyah Putra Sembiring, SH, MH mengatakan, sidak dilakukan dibeberapa perusahaan batubara diantaranya PT. KRU, PT. DMH, PT. BMQ, PT. IBP dan beberapa perusahaan lainnya yang tidak lagi aktif dalam wilayah Kabupaten Bengkulu Tengah.
Hasil temuan Sidak tersebut, pihaknya menyayangkan sikap sejumlah perusahaan setelah melakukan aktifitas pertambangan karena beberapa diantara perusaha diduga dengan sengaja melakukan tindak kejahatan terhadap lingkungan.
“Salah satunya dengan tidak melakukan reklamasi lahan setelah melakukan aktifitas pertambangan batubara, padahal reklamasi pasca tambang itu tanggung jawab mereka sebagai perusahaan.
Seperti PT. DMH (Danau Mas Hitam), sementara mereka tidak lagi beroperasi dan izinnya sudah ditutup,” sampai Usin.
Bahkan Pansus juga menemukan informasi IUP aktifitas pertambangan PT DMH telah habis. Akibatnya, Dinas LHK dan Dinas ESDM Provinsi, sulit untuk melakukan penagihan reklamasi sebagai tanggungjawab perusahaan.
Berdasarkan hasil sidak tersebu,t dirinya meminta kepada Aparat Penegak Hukum (APH) untuk turun tangan terkait masalah tersebut serta meminta melakukan pengawasan terhadap tambang.
Hal serupa kepada Pemprov Bengkulu seharusnya Gubernur Bengkulu harus mengambil sikap terhadap indikasi tersebut.
“Tidak bisa dibiarkan atau didiamkan saja, mengingat dengan tidak melakukan reklamasi itu, berdampak buruk terhadap lingkungan. Salah satunya potensi bencana banjir,” tambahnya.
Reklamasi yang seharusnya merupakan tanggungjawab dan kewajiban masing-masing perusahaa tentunya harus disesuaikan dengan kalender kerja perusahaan tersebut.
Jika dalam kalender kerja tidak memiliki rencana kerja seperti reklamasi, hal tersebut terindikasi merupakan kesengajaan. Dengan tidak melakukan reklamasi perusahaan sama saja dinilai melepaskan tanggungjawab.
“Tentunya Gubernur Bengkulu harus serius dalam menyikapi masalah ini. Karena secara tidak langsung perusahaan-perusahaan tersebut telah menyepelekan daerah.
Dengan adanya fakta seperti ini tentu diindikasikan bahwa perusahaan-perusahaan itu hanya ingin merampok kekayaan alam daerah saja. Ketika apa yang mereka inginkan sudah habis bisa saja nanti ditinggalkan begitu saja,” demikian Usin.
Selain itu, dalam sidak tersebut Pansus juga mendapati beberapa temuan lainnya. Antara lain terkait aktiftas pertambangan batubara seperti di PT KRU, terdapat tempat pencucian batubara berdekatan dengan sungai Air Kemumu yang mengalir ke Sungai Bengkulu.
Yang harusnya tempat pencucian batubara PT KRU tersebut jauh dari aliran sungai, karena ada batas kawasan lindung dan kawasan resapan air Sehingga sungai tidak tercemar akibat limbah pencucian batu bara.
Pansus juga menemukan data dan fakta adanya tambang liar yang ada di wilayah izin tambang PT KRU dan PT Bukit Sunur.
Sebagai Pemegang IPPKH perusahaan harus bertanggung jawab, menjaga, melindungi, dan mengawas pelestarian dan bentang kawasan hutan yang harus diperbaiki dari kegiatan usahanya, kegiatan ilegal logging dan ilegal mining.
Tetapi, Pansus merekomendasi agar PT IBP dalam reklamasi, harus ada perencanaan reklamasi pascatambang yang terintegrasi dengan lokasi tambang yang sedang berjalan (ongoing).
Serta tidak terfokus pada pasca tambang. Termasuk di PT BMQ pansus juga menemukan persoalan reklamasi tidak dilakukan oleh PT BMQ. *(Red/Adv)
Komentar